A.
Definisi
Sindroma Fragile X (Sindroma Martin-Bell, Fragile X Syndrome)
adalah suatu kelainan genetik pada kromosom X yang menyebabkan terjadinya
gangguan intelektual dan perilaku. Sindroma fragile X paling sering terdiagnosa
sebagai penyebab gangguan intelektual sedang yang diturunkan. Kelainan ini
lebih sering mengenai anak laki-laki. Sindroma fragile X merupakan penyebab
nomor 2 tersering gangguan intelektual pada anak laki-laki (setelah sindroma
Down). Namun, tidak seperti sindroma fragile X, sindroma Down biasanya tidak
diturunkan.
B.
Epidemiologi
Sindroma Fragile
X adalah penyebab utama kelainan
retardasi mental dan penyebab kedua setelah sindroma
Down, dari semua kasus retardasi mental pada laki-laki, dengan
prevalensi kurang lebih 1: 4000 dan
1 : 6000 pada
kaum perempuan. Sumber lain
menyebutkan prevalensinya
adalah 1
: 2000 (kurang
lebih 4-8%) pada laki-laki dengan
retardasi mental. Di
Indonesia, prevalensi sindroma
Fragile X kurang lebih
2% dari total
kasus retardasi mental. Di Jawa
Tengah, lebih dari 50 kasus sudah
diidentifikasi.
C.
Etiologi
Sindrom Fragile
X terjadi karena adanya perluasan dari sebuah daerah triplet nukleotida
berulang di gen Fragile X mental retardation 1 (FMR 1) yang ditemukan pada
kromosom X sehingga menimbulkan bagian yang rapuh. Daerah Triplet nukleotida yang berulang pada
FMR1 terdiri dari sitosin-guanin-guanin (CGG)
yang sekuensnya berulang lagi dan lagi. Dalam bentuk umumnya gen FMR1
mengandung 5 sampai 50 pengulangan basa-basa CGG, namun dalam Fragile X
syndrome pengulangan ini dapat terjadi hingga ratusan bahkan ribuan kali
(ebehart & Warren,1996) Sehingga poroduct FMR1 yaitu Fragile X Mental
Retardation protein (FMRP) tidak diproduksi, protein ini berlimpah pada neuron hippocampus
dan otak besar pada orang-orang normal (orang-orang yang tidak mengalami
kelainan). Bukti terbaru menyebutkan kemungkinan gen ini memainkan peranan yang
penting dalam regulasi sintesis protein dalam respon aktivitas sinaptik
(Feng,et all 1997). FMRP kemungkinan memiliki fungsi yang berbeda pada bagian
lain dari perkembangan otak (C. Feinstein, 1997)
Kategori
Pengulangan CGG pada gen FMR1 adalah:
- Normal
5-45 CGG yang berulang
- Intermediate atau grey zone
§ 45 – 54 CGG yang berulang, sering ditemukan
(1 dari 50)
§ Tidak memiliki resiko untuk memiliki anak
dengan fragile x syndrome, namun pada generasi generasi dibawahnya akan
memungkinkan terjadinya premutasi.
- Premutasi
·
55-200
CGG yang berulang
·
Pria Dengan Premutasi
Kebanyakan laki-laki dengan premutasi tidak terpengaruh oleh sindrom
fragile X. Namun, ada laporan langka laki-laki dengan premutations yang
memiliki manifestasi ringan, termasuk karakteristik fisik, kognitif, dan
perilaku.
Fragile X syndrome-terkait tremor / ataksia
(FXTAS), kondisi neurologis baru ini diidentifikasi, mempengaruhi laki-laki di
atas usia 50 yang membawa premutation. FXTAS adalah gangguan neurodegenerative
progresif yang ditandai dengan tremor intensi, ataksia serebelar,
Parkinsonisme, dan neuropati perifer. Studi Otak MRI dari individu yang terkena
ditandai dengan hyperintensities dari peduncles cerebellar tengah (Hagerman et
al., 2001).
·
Wanita Dengan Premutations
Wanita dengan premutations biasanya tidak terpengaruh secara intelektual
dan fisik. Wanita dengan premutations mungkin memiliki peningkatan insiden
depresi, kecemasan sosial, dan rasa malu(Franke et al.,1998; Johnston et al.,
2001). Lebih umum, perempuan dengan premutations berada pada peningkatan risiko
untuk menderita disfungsi ovarium serta menopause dini, disertai dengan
penurunan kepadatan tulang .
- Mutasi penuh
·
Lebih
dari 200 CGG yang berulang
·
1
dari 4000 individu yang menderita
·
Pria
dengan mutasi penuh
Pria dengan
mutasi penuh mungkin menunjukkan karakteristik wajah yang khas termasuk besar
dan / atau menonjol telinga, wajah panjang, dahi menonjol, prognatisme
mandibula, strabismus, palatum melengkung tinggi dengan sumbing langit-langit
sesekali, dan macrocephaly. Karakteristik wajah sering berkembang dari waktu ke
waktu, terutama dahi menonjol dan dagu. Abnormalitiesconsist Genital dari
macroorchism (testis lebih dari 25 ml size) pada laki-laki pascapubertas.
Fenotip kognitif ditandai dengan fitur spektrum termasuk keterlambatan
perkembangan pada anak, retardasi mental dari yang ringan sampai yang berat,
level IQ, dan ketidakmampuan belajar.
·
Wanita dengan
mutasi penuh
Secara umum,
wanita dengan mutasi penuh memiliki fitur lebih ringan dibandingkan laki-laki
dengan mutasi penuh tetapi mereka juga menunjukkan kisaran yang sama, perilaku,
wajah. Lebih dari 50% dari wanita dengan mutasi penuh memiliki beberapa
karakteristik ciri-ciri fisik yang
terkait dengan sindrom fragile X. Gangguan intelektual lebih ringan pada wanita
dibandingkan pada laki-laki yang terkena. Fungsi kognitif dapat berkisar dari
kecerdasan normal untuk gangguan belajar,dan keterbelakangan mental. Studi
menunjukkan bahwa sekitar 53-71% dari wanita dengan mutasi penuh memiliki IQ di
kisaran batas atau retardasi mental. Perempuan dengan mutasi penuh yang memiliki
IQ yang normal mungkin memiliki kesulitan belajar atau masalah emosional
termasuk kecemasan sosial, sifat bisu selektif, rasa malu, kontak mata yang
buruk, hiperaktif, dan perilakuimpulsif.
D.
Tanda
dan Gejala
Individu
dengan sindrom fragile X dapat memperlihatkan keterbelakangan mental yang
sedang hingga parah. Cacat intelektual dan emosional dengan rentang dari
permasalahan dalam pembelajaran hingga keterbelakangan mental, dan
ketidakstabilan keadaan jiwa hingga autism
( Wareen, et al,. 2008)

Gejala klinik yang khas pada penderita
sindrom fragile-X selain retardasi mental adalah :
·
Muka
sempit dan panjang
·
Telinga
besar
·
Dagu
dan dahi menonjol
·
Testis
besar pada remaja dan dewasa
·
Langit-langit
mulut tinggi
·
Bagian
kaki rata
·
Kekuatan
kurang
·
Mata
bersilang
·
Kecenderungan
untuk terkenanya infeksi telinga
·
Tulang
sendi terlalu lentur,terlebih tangan dan pergelangan tangan
Kebiasaan :
·
Perkembangan
yang cenderung lambat
·
Ketidakmampuan
dalam belajar dan kepandaiian
·
Kurang
perhatian dan hiperaktif
·
Tangan
mengepak-ngepak seperti burung
·
Kontak
mata yang buruk
·
Pemalu,
dan gelisah
·
Keterlambatan
dalam berbicara
·
Berbicara
cepat dan berulang-ulang
·
Sulit
dalam hal peralihan
·
Sensitive
terhadap suara, sentuhan, keramaian,
Gejala yang
dapat muncul di kemudian hari adalah adanya menopause dini dan invertilitas
pada wanita yang masih dalam usia produktif, wanita ini adalah wanita carrier
pembawa gen fragile X.Sedangkan Gejala lain yang dapat muncul pada laki-laki
dan perempuan adalah adanya tremor atau sindrom ataxia di usia yang lebih dari
50 tahun.
E. Pemeriksaan
Umum


b.Kepala – Wajah
Lingkar Kepala
Meteran dilingkarkan mulai dari hlabela
melewati atas telinga kanan menuju oksiput telinga kiri sampai kembali ke
glabela, posisi subyek duduk dengan kepala tegak.
c. Lebar Telinga
Penggaris diletakkan 0,5 cm dibawah telinga
(kanan dan kiri) dengan skala nol di sebelah medial, dengan garis imajiner
tegak lurus terhadap penggaris diukur jarak tragus sampai tepi luar helik,
hasil diambil rata - rata pengukuran telinga (kanan dan kiri).

Diukur jarak dari garis imajiner terluar helik
sampai garis imajiner terbawah dari daun telinga (kanan dan kiri) dengan hasil
diambil rata – rata pengukuran kanan dan kiri.
e. Jarak Mata Luar (OCD) / Dalam (ICD), Jarak
Pupil (IPD)

Subyek dengan kepala tegak diminta menatap
pemeriksa (difiksir) kemudian diukur jarak dari sudut mata dalam kanan dan kiri
(ICD), jakar ke dua pupil (IPD) serta jarak terluar bola mata kanan dan kiri
(OCD)
f.
Panjang Tangan
Diukur
jarak antara garis fleksor pergelangan tangan sampai dengan garis fleksor jari
tengah, dengan psisis tangan netral dan jemari ekstensi penuh.

g.
Lebar Tangan
Diukur
dari pinggir palmar antara medial jempol dan telunjuk sampai pinggir palmar
dibawah kelingking, posisi jemari ekstensi.

h. Panjang Kaki
Diukur
dari ujung tumit sampai dengan ujung jempol, subyek dalam keadaan berdiri
tegak.

i. Lebar Kaki
Diukur
dari medial sendi metatarsofalangeal pertama sampai lateral sendi metatarsofalangeal
ke 5, dengan posisi subyek duduk santai, diukur bagian plantar pedis.

j.
Volume Testis
Diukur
pada testis menggunakan Orchidometer Prader yang merupakan standar
internasional dengan cara membandingkan besar testis (kanan atau kiri) dengan alat
tersebut, dengan posisi subyek berdiri tegak. Bila testis kanan tidak sama
besar dengan testis kiri, maka diukur keduanya, nilai akhir adalah nilai rata –
rata pengukuran.

k.
Panjang Penis
Diukur
dari dasar ramus pubis sampai pucuk glan penis yang diregang pemeriksa, bagi
yang tidak disunat, pemeriksa meraba glan penis dengan palpasi atau kulit kulup
di tarik halus sampai tampak glan penis, dengan posisi subyek senyaman mungkin,
tidak ereksi. 

E.
Penurunannya
Jika
di dalam keluarga ada riwayat sindroma fragile X, maka dianjurkan melakukan
konsultasi genetic untuk mengetahui resiko terjadinya sindroma yang sama pada
keturunannya.Sindroma Fragile X diwariskan secara X-linked namun tidak dapat
digolongkan sebagai dominan atau resesif. Dalam kaitan konsultasi genetik,
dikatehui bahwa pola pewarisan sindroma Fragile X adalah unik, yaitu :
a. Sindroma
Fragile X diwariskan X-linked namun tidak dapat di golongkan sebagai dominan
atau resesif, karena wanita karier dapat menderita maupun tidak menderita dan
dapat atau tanpa menunjukkan kelainan kromosom.
b. Hanya kurang dari 30% wanita karier yang
menderita Sindroma Fragile X , sedangkan pada laki-laki 100%. Namun pada
laki-laki pembawa sifat , urang lebih 20% biasanya tidak menunjukkan gejala,
yang disebut dengan NTM ( Normal
Transmitting Males) .
c. Ibu dari penderita Sindroma Fragile-X
laki-laki adalah wanita karier
d. Rasio segregasi atau proposi anaknya menderita
dari wanita pembawa sifat adalah 0,4 bukan 0,5
Pada
Sindrome Fragile X juga di kenal paradoks Sherman, yakni berupa : resiko
terjadinya retardasi mental tergantung posisi pada gambaran pedigree. Laki-laki akan menderita
kelainan lebih berat, sedangkan pada wanita gejala yang muncul adalah ringan (
yang disebabkan oleh inaktivasi kromosom X dan mosaisim). Pada kasus
nonpenetran , Normal Transmitting Male
memiliki anak perempuan normal, tetapi gejala ringan memiliki anak laki-laki
yang terkena Sindroma ini adalah 50%’ sedangkan perempuan karier normal
berpeluang kurang dari 50% memiliki anak laki-laki yang menderita Sindroma
Fragile X.
F.
Diagnosa
Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan post natal dengan menggunakan pemeriksaan DNA, biasanya dilakukan
pada anak-anak yang sudah memasuki usia sekolah dan juga pada anak-anak
penderita autism.
1. Pemeriksaan
fisik
Keabnormalitas
penderita dapat dijumpai pada tinggi badan, berat badan dan lingkar kepala
(OFC). Pada wajah dan telinga, dijumpai wajah panjang, telinga menonjol atau
membersar, dan sebagaianya. Untuk mengetahui apakah seorang anak menderita
fragil X sindrom dapat dilihat dari tanda-tanda fisik yang terjadi pada si
penderita.Tingkat reterdasi mental pada sindrom fragil X disini dapat diukur
dengan menggunakan metoda Weschler yang merupakan standar international untuk
mengukur IQ.
2.
Analisis kromosom
Kelainan kromosom X pada
sindrom ini merupakan kelainan struktural. Deteksi adanya kerapuhan kromosom X
dapat dilakukan dengan media rendah folat atau penggunaan inhibitor folat pada
kultur sel. Analisis kromosom dengan
teknik fragile site kurang dianjurkan untuk diagnosis sindroma fragile X ,
karena sesitifitasnya rendah jika dibandingkan dengan analisis DNA. Teknik
analisis kromosom hanya untuk skreening, tapi analisis kromosom tetap
direkomendasika untuk dilakukan jika analisis molekuler sulit diperoleh.
3. Analisis molekuler
Diagnosis molekuler pada
sindrom ini dilakukan dengan menggunakan 2 metoda:
a.
Polimerase Chain Reaction (PCR)
PCR dapat mendeteksi mutasi
fraglie X secara cepat dan cukup sensitif oada individu normal dan premutasi.
b.
Southern Blot
Metoda ini untuk mendeteksi
sindrom fragil X menggunakan probe StB12.3 yang memakai 2 enzim retriksi.
1.
Enzim EcoRI, akan memotong untaian DNA dan menghasilkan band 5,2 kb.
2.
Enzim EagI, akan memotong DNA tanpa metilasi didaerah CpG dan mneghasilkan band
2,8 k.
Penderita
sinrom fragile X umunya mempunyai band 5,9-9 kb. Keunggulan Southern blot
dibandingkan dengan PCR adalah dapat mendeteksi individu dengan mutasi penuh
dan status metilasi dari regio CpG. Kedua metoda ini dapat mendeeksi
perpenjangan pengulang CGG yang terjadi pada sindrom fragil X.
G.
Penatalaksanaan
Tidak ada obat untuk sindrom fragile X.
Pengobatan medis dapat meliputi penggunaan agens serotonin seperti karbamazepin
(Tegretol) atau flucksetin (Prozac) untuk mengontrol munculnya tingkah laku
kekerasan dan penggunaan stimulan sistem saraf pusat (SSP) atau klonidin
(Catapres) untuk memperbaiki rentang perhatian atau menurunkan hiperaktivitas.
Penggunaan asam folat, yang memengaruhi metabolisme transmitter SSP adalah
kontroversial.
Semua anak yang terkena
memerlukan terapi wicara dan bahasa dini, terapi okupasi, dan bantuan
pendidikan khusus. Tanpa intervensi yang tepat, dapat terjadi penurunan IQ
secara progresif. Jika di dalam keluarga ada riwayat sindroma X yang rapuh,
dianjurkan untuk menjalani konsultasi genetik untuk mengetahui resiko terjadinya
sindroma yang sama pada keturunannya.
Karena kerusakan kognitif
adalh temuan yang jelas pada tiap individu penderita sindrom fragile X,
perawatan yang diberikan untuk keluarga ini sama dengan pada anak penderita RM
(retardasi mental). Karena kelainan diturunkan, konseling genetik perlu untuk
menginformasikan orang tua dan saudara kandung mengenai risiko transmisi.
Selain itu, setiap pria atau wanita yang memiliki kerusakan mental yang tidak
dapat dijelaskan atau tidak spesifik harus dirujuk utnuk pemeriksaan genetik,
jika perlu konseling.
Daftar pustaka
Wong,Dona.L,
dkk .2009. Buku ajar keperawatan pediatrik. Edisi 6. Volume 1. Jakarta :EGC
Robinson R. Tara, (2005).
Genetics For Dumnies. Wiley Publishing. Inc. USA
Corwin J, elizabeth. 2009.
Buku saku patofisiology, ed.3. jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. BUKU SAKU
PATOFISIOLOGI EDISI 3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Setiowati
Tetty, Furqonita Deswati Ty. 2007. Biologi interaktif. Jakarta : Azkapress.
Suryo.(2003).
Genetika Manusia.Yogyakarta:Gadjah Mada University Press
Firth
HV,Jane AH : Oxford desk reference clinical genetc, Oxford:Oxford University
Press;2005
Fu
YH, Kuhl DPA, Pizzuti A, Pieretti M,Sutcliffe JS. Variation of the CGG repeat
at Fragile X site result in genetics instability: Resolution of the sherman
paradox.
thanks, sangat membantu.. tapi, sayangnya nggak ada gambarnya.. jadi susah kalau mau mengimajinasikan
BalasHapus