Rabu, 18 November 2015

Pengaruh ambulasi pada nyeri post operasi




PENGARUH PEMBERIAN LATIHAN AMBULASI
TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA
PASIEN POST OPERASI

Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Dasar Riset Keperawatan.Kep
Dosen Pengampu: M. Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes

Disusun oleh Kelompok 3 Kelas A.14.1:

Ana Yuliana                        22020114120065
Azkiya Ulki Fadhilla          22020114120067
Esti Aryani                          22020114120057
Innas Khanifah                   22020114120037
Lina Anggraeni                   22020114130126
Mareta Eka                         22020114120042
Rianti Putri Tsani                22020114130122
Yana Aprilina P.                 22020114130128


JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015

BAB I
PENDAHULUAN


A.           Latar Belakang

Operasi atau pembedahan adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invansif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (Sjamsuhidajat & Jong, 2004).Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh(Smeltzer and Bare,2002).Tindakanpembedahan merupakan acamanpontensial maupun aktual padaintegeritas seseorang yang dapatmembangkitkan reaksi stress fisiologis maupun psiklogis dan merupakan pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien (Majid &Istianah, 2011).
Operasi atau pembedahan tentu memerlukan anestesi, baik anestesi umum, regional, maupun lokal.  Pembedahan dan anestesi dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien. Pembedahan dapat menyebabkan trauma dan nyeri bagi penderita, sedangkan anestesi dapat menyebabkan kelainan yang dapat menimbulkan berbagai keluhan gejala. Keluhan dan gejala yang sering dikemukakan adalah nyeri, demam, takikardi, batuk atausesak nafas, kolaps, semakinmemburuknya keadaan umum,mual atau muntah, sertapenyembuhan luka operasi(Jong 2002 dalam Nurhayati dkk, 2011).
Nyeri pasca operasi timbul akibat luka operasi. Nyeri adalah sensori subyektifdan emosional yang tidakmenyenangkan yang didapat terkaitdengan kerusakan jaringan actual maupun potensial, ataumenggambarkan kondisi terjadinyakerusakan (Tamsuri, 2007).Rasa nyeri yang terjadi pada tubuh manusia sebenarnya merupakan respon pertahanan untuk memberitahukan adanya kerusakan yang berbahaya pada jaringan tubuh (Tortora & Derrickson, 2009).Pengalaman mengatasi nyeri akan memudahkan seseorang untuk beradaptasi dengan luka operasi, mempersepsikan nyeri dengan biasa dan mampu mencari cara mengurangi nyeri dengan caranya sendiri.
Peran perawat penting dalam setiap tindakan pembedahan baik pada masa sebelum, selama, maupun setelah tindakan. Perawat perlu melakukan observasi tingkatan nyeri post operasi untuk menentukan skala nyeri. Cara yang dapat dilakukan perawat dalam membantu meredakan nyeri yaitu dengan melakukan pendekatan farmakologis dan non farmakologis (Bruner, 2006). Pendekatan farmakologis dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan. Sedangkan secara non farmakologismelalui distraksi, relaksasi,latihan nafas dalam, terapi musik,aromaterapi, imajinasi terbimbing,dan ambulasi atau mobilisasi dini(Rezkiyah 2011 dalam Sujatmiko & Triwiyat, 2014).
Untuk mengurangi resiko-resiko akibat dari pembedahan, maka diperlukan adanya intervensi perawat dalam menurunkan komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien di beberapa Recovery Room atau di unit klinis atau bahkan di dalam masyarakat itu sendiri. Intervensi yang dimaksud adalah intervensi yang dapat melatih pasien agar dapat beradaptasi dengan lingkungan baru secara bertahap. Intervensi keperawatan untuk menguranginyeri salah satunya dengan memberikan latihan mobilisasi dini atau ambulasi.
Mobilisasi dini yaitu latihan gerak sendi, gaya berjalan,toleransi aktivitas sesuai kemampuan dan kesejajaran tubuh. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan lengan,tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki, mengangkat tumit,menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki. Latihan ambulasi dini dapat meningkatkan sirkulasi darah yang akan memicu penurunannyeri dan penyembuhan luka lebih cepat.Mobilisasi dapat mencegah kekakuan otot dan sendi sehingga dapat mengurangi nyeri, menjamin kelancaran peredaran darah, mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital yang pada akhirnya akan mempercepat penyembuhan luka bekas operasi (Kusmawan, 2008).
Fenomena yang ada saat ini, banyak pasien yang membatasi pergerakan di tempat tidur dengan alasan takut mengenai luka operasi sehingga menimbulkan nyeri.Adanya fenomena tersebut menarik perhatian penulis untuk meneliti tentang pengaruh pemberian latihan mobilisasi dini atau ambulasi terhadap penurunan nyeri kepada pasien post operasi.Dengan rutinitas yang diberikan perawat, harapannya latihan ambulasi dapat sedikit demi sedikit membiasakan pasien melakukan gerakan pasif maupun aktif sehingga kejadian-kejadian tak terduga bisa dicegah sedini mungkin dan kejadian nyeri dapat ditekan

B.            Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan masalah penelitian, yaitu apakah ada pengaruh pemberian latihan ambulasi terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi.

C.           Tujuan Penelitian

1.        Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian latihan ambulasi terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi
2.        Tujuan Khusus
a.         Untuk mengetahui penurunan nyeri pasien post operasi sebelum diberkan latihan ambulasi
b.         Untuk mengetahui penurunan nyeri pasien post operasi sesudah diberkan latihan ambulasi
c.         Untuk mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah diberikan latihan ambulasi terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi

D.           Manfaat Penelitian

1.        Bagi Ilmu Keperawatan
Sebagai masukan bagi bidang Keperawatan, khususnya Keperawatan Medikal Bedah dan Keperawatan Kritis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami nyeri post operasi.
Sebagai sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya tentang pengaruh latihan ambulasi terhadap pasien post operasi yang mengalami nyeri serta dapat digunakan sebagai bahan pustaka atau bahan perbandingan untuk penelitian selanjtnya.
2.        Bagi Peneliti
Pengalaman yang berharga bagi peneliti untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman serta mengembangkan diri khususnya dalam bidang penelitian keperawatan medikal bedah.
3.        Bagi Perawat
Pengetahuan yang bermanfaat bagi perawat untuk memberikan intervensi berupa latihan ambulasi kepada pasien post operasi.
4.        Bagi Masyarakat
Pengetahuan yang bermanfaat bagi masyarakat untuk melakukan latihan ambulasi sedini mungkin setelah mengalami tindakan operasi.

E.            Penelitian Terkait

Judul (Peneliti, Tahun)
Tempat
Variabel
Metode
Efektivitas Ambulasi Dini terhadap Penurunan Intensitas Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparatomi di RSUD Kudus (Yuni Rustianawati, Sri Karyati, Rizka Himawan, 2012)
Di RSUD Kudus
Variabel bebasnya ambulasi dini. Variabel terikatnya intensitas nyeri
Penelitian Quasi Ekperimen dengan pendekatanNon EquivalentControl Group
Mobilisasi terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Ibu Post Operasi Sectio Caesarea di RuangPost Anesthesia Care Unit RSUD Dr. Harjono Ponorogo (Puji Astutik dan Ida Hermawati, 2012)
Di Ruang Post Anesthesia Care Unit RSUDDr. Harjono Ponorogo
Variabel bebasnya mobilisasi. Variabel terikatnya tingkat nyeri
Penelitia Pra-eksperimendengan pendekatan OneGroup Pretest-Postest
Perbedaannya dengan Penelitian Penulis
Pengaruh Pemberian Latihan Ambulasi terhadap Penurunan Nyeri pada
Pasien Post Operasi (Ana Yuliana, Azkiya Ulki Fadhilla, Esti Aryani, Innas Khanifah, Lina Anggraeni, Mareta Eka, Rianti Putri Tsani, dan Yana Aprilina P, 2015)
Di RSUD Batang
Variabel bebasnya latihan ambulasi. Variabel terikatnya nyeri
Penelitian Eksperimen dengan pendekatan pro-test – post-test




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


A.           Konsep Operasi

Pengertian Operasi. Pembedahan atau operasi merupakan semua tindakan pengobatan yang mengguanakan cara membuka bagian tubuh yang akan ditangani dengan cara yang invasive ditangani (R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005). Pembukaan bagian tubuh yang akan dilakukan operasi atau yang akan dilakukan tindakan perbaikan biasanya akan dibedah atau dibuka dengan cara sayatan. Bagian tubuh yang sudah disayat dan dilakukan operasi akan diakhiri dengan tindakan penutupan dan penjahitan luka. Hampi sama dengan pendapat (Smeltzer and Bare, 2002) yang mengatakan bahwa operasi adalah tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh.
Ada tiga tahap dalam operasi yaitu     :
1.        Pre operasi adalah dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi. (Doorland, 1994). Sedangkan menurut (Potter, 1996), Pre operasi adalah salah satu tahapan operasi dimulai ketika keputusan untuk pembedahan dibuat dan berakhir ketika klien di rujuk ke meja operasi
2.       Intraoprasi merupakan tindakan pembedahan yang dimulai sejak pasien ditransfer ke meja bedah dan berakhir pada saat pasien dibawa ke ruang pemulihan.
3.        Pascaoperasi dimulai dengan memindahkan pasien dari kamar bedah keunit pasca operasi dan berakhir dengan pulangnya pasien kerumah dan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau rumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang luas selama periode ini. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus kepada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitas diikuti dengan pemulangan.

Tujuan Operasi. Menurut Potter & Perry ( 2005 ), fungsi dan tujuan operasi yaitu
1.        Diagnostic 
Pembedahan eksplorasi untuk memperkuat diagnosis dokter, mungkin termasuk pengangkatan jaringan untuk pemeriksaan diagnostic yang lebih lanjut.Contoh    : laparotomi ekplorasi ( insisi rongga peritoneal untuk menginspeksi organ abdomen), biobsi massa payu dara ( untuk diagnostic lebih lanjut apabila ditemukan resiko penyakit yang menyerang payudara.
2.        Ablatif
Pembedaha operasi yang bertujuan untuk eksisi atau pengangkatan bagian tubuh yang menderita penyakit atau yang mengalami masalah.Contoh       : amputasi, pengangkatan apendiks, kolesistektomi.
3.        Paliatif
Pembedahan operasi yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi intensitas segala penyakit namun operasi ini tidak akan menyembuhkan suatu penyakit.Contoh      : kolostomi, debridemen jaringan nekrotik, reseksi serabut saraf.
4.        Rekonstruktif
Tindakan pembedahan operasi yang mempunyai tujuan untuk mmengembalikan fungsi atau penampilan jaringan yang mengalami trauma, atau malfungsi Contoh: fiksasi internal pada fraktur, perbaikan pada jaringan perut.
5.        Transplantasi
Tindakan pembedahan operasi yang mempunyai tujuan mengganti organ atau struktur yang mengalami malfungsi.Contoh   : transplantasi organ tubuh seperti, trasplantasi ginjal, kornea, hati, atau penggantian pinggul secara total.
6.        Konstruktif
Pembedahan yang berfungsi mengembalikan fungsi yang hilang atau berkurang akibat anomaly congenital.Contoh  : memperbaiki bibir sumbing, penutupan efek katup atrium jantung.

Dampak Operasi. Saat menghadapi pembedahan, klien akan mengalami beberapa stressor. Pembedahan yang ditunggu pelaksanaannya menyebabkan rasa takut dan ansietas pada klien yang menghubungkan pembedahan dengan rasa nyeri, kemungkinan cacat, menjadi tergantung kepada orang lain dan mungkin kematian. Klien mungkin juga akan takut  atau khawatir kehilangan pendapatan. Hal itu memang wajar terjadi pada pasien yang akan menjalani operasi. Kita sebagai perawat dan keluarga harus mendukung klien, dan mengurangi kekhawatiran klien. Operasi atau pembedahan tentu memerlukan anestesi, baik anestesi umum, regional, maupun lokal.  Pembedahan dan anestesi dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien seperti :
·           Iiritasi aliran udara yang menyebabkan batuk dan spasme laring (golongan halogen).
·           Menimbulkan stadium kataleptik yang menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus terbuka (Ketamin).
·           Depresi napas.
·           Depresi pada susunan saraf pusat.
·           Aspirasi. Nyeri tenggorokan. Sakit kepala.
·           Perasaan bingung dan leah setelah beberapa hati
·           Pasien akan mengalami demam
·           Setiap   tindakan   operasi   akan  mengakibatkan   terjadinya   suatu  stress.  Stress operasi   dapat  merupakan  stress  psikolog,  stress  anesthesia   dan   stress   pembedahan.
·           Nyeri. Hampir setiap orang merasakan nyeri setelah menjalani operasi. Nyerinya bisa menetap atau hilang timbul, semakin memburuk jika penderita bergerak, batuk, tertawa, menarik nafas dalam atau ketika perban pembungkus luka diganti.Nyeri pasca operasi juga sangat individual, tindakan yang sama pada pasien yang keadaan umumnya kurang lebih sama, tidak selalu mengakibatkan nyeri pasca operasi yang sama pula. Ada banyak faktor yang mempengaruhi  derajat  nyeri  antara  lain lokasi  pembedahan,  jenis kelamin,  umur, faktor psikologi, premedikasi, dan agen anestesi yang digunakan.

Jenis-jenis Operasi. Operasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu
1.        Trakeostomi adalah prosedur dimana dibuat lubang kedalam trakea. (Smeltzer & Bare, 2002. Trakeostomi adalah insisi operasi dimana memasukkan selang ke dalam trakea agar klien dapat bernafas dengan lebih mudah dan mengeluarkan sekretnya. (Putriardhita,C,2008).
2.        Laparotomy adalah operasi yang dilakukan untuk membuka abdomen (bagian perut).Laparotomy dilakukan untuk memeriksa beberapa organ di abdomen sebelah bawah dan pelvis (rongga panggul) yang melingkupi Insisi Vertikal (midline, paramedian, supraumbilikal), insisi Transversal dan Oblik serta insisi Abdominothoracic. Operasi ini juga dilakukan sebelum melakukan operasi pembedahan mikro pada tuba fallopi.
3.        Artroskopi, adalah tindakan bedah minimal akses yang dilakukan untuk memeriksa dan menangani kerusakan sendi. Tindakan ini dilakukan dengan alat artroskop yang dimasukkan ke sendi melalui sayatan kecil.
4.        Ureteroskopi, tindakan bedah minimal akses yang dilakukan untuk memeriksa dan menangani kelainan atau penyakit, khususnya pada saluran kemih. Tindakan ini dilakukan dengan alat endoskopi yang dimasukkan melewati saluran uretra kandung kemih, dan kemudian melewati ureter. Tindakan ini biasanya dilakukan untuk mendiagnosis dan menangani kelainan seperti penyakit batu ginjal.
5.        Operasi sesar adalah operasi untuk mengeluarkan bayi lewat dinding perut yang di bedah. Operasi tersebut dilakukan oleh berbagai faktor misalnya trauma, tidak menyakitkan, ingin cepat berlangsung. Pelaksanaan sesar dilakukan sekitar 30 menit-2 jam. Dan jika operasi sesar mempunyai kemudahan untuk melahirkan bayi, tetapi mempunyai resiko yang buruk terhadap ibu maupun bayi yang di lahirkan.
6.        Endoskopi, tindakan bedah minimal akses yang dilakukan dengan meneropong melalui lubang tubuh, seperti mulut, anus, saluran kemih, dan lainnya.
7.        Artroskopi,tindakan bedah minimal akses yang dilakukan untuk memeriksa dan menangani kerusakan sendi. Tindakan ini dilakukan dengan alat artroskop yang dimasukkan ke sendi melalui sayatan kecil.

B.            Konsep Nyeri

Pengertian Nyeri. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun (Smeltzer, 2001). Nyeri menjadi alasan yang paling umum bagi seseorang mencari perawatan kesehatan karena dirasakan mengganggu dan menyulitkan mereka. Perawat perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam upaya pengontrolan nyeri (Potter, 2005). Nyeri pasca operasi timbul akibat luka operasi. Nyeri adalah sensori subyektifdan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkaitdengan kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Tamsuri, 2007).Rasa nyeri yang terjadi pada tubuh manusia sebenarnya merupakan respon pertahanan untuk memberitahukan adanya kerusakan yang berbahaya pada jaringan tubuh (Tortora & Derrickson, 2009). Menurut Mahon ada empat atribut pasti untuk pengalaman nyeri yaitu nyeri yang bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan suatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak berkesudahan ( 1994 ).  Nyeri melelahkan dan menuntut energy seseorang. Nyeri dapat menganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna kehidupan ( Mahon, 1994 ).

Faktor–faktor yang mempengaruhi nyeri. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi nyeri pada seseorang, diantaranya:
1.        Usia. Usia dalam hal ini merupakan variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa (Potter & Perry (1993). Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat. Anak
2.        Jenis Kelamin. Faktor jenis kelamin ini dalam hubungannya dengan faktor yang mempengaruhi nyeri adalah bahwasannya laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri.
3.        Budaya. Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991).Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang
4.        Keluarga dan Support Sosial. Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah.
5.        Pola koping. Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis.
6.        Ansietas (Cemas). Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).

Sebab Nyeri. Nyeri dapat disebabkan oleh hal-hal berikut, yaitu
·           Trauma
·           Gangguan pada jaringan tubuh ex : edema
·           Tumor
·           Iskemia pada jaringan
·           Spasme otot
·           Pasca operasi

Nyeri pasca operasi. Tindakan  medis  yang  sering  menimbulkan  nyeri  adalah  pembedahan.  Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005). Pembukaan bagian tubuh ini umumnya menggunakan sayatan. Setelah bagian yang ditangani ditampilkan, dilakukan tindakan perbaikan yang di akhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Komplikasi  pada  pasien  post  laparatomi  adalah  nyeri  yang  hebat,  perdarahan, bahkan kematian. Post operasi  yang  tidak mendapatkan perawatan maksimal setelah  pasca bedah dapat memperlambat penyembuhan dan menimbulkan komplikasi (Depkes, 2010).  Pasien  post  operasi  memerlukan  perawatan  yang  maksimal  untuk  mempercepat  Nyeri pasca operasi mungkin sekali disebabkan oleh luka operasi, tetapi kemungkinan sebab lain harus dipertimbangkan. Pencegahannyeri sebelum operasi sebaiknyadirencanakan agar penderitatidak terganggu oleh nyerisetelah pembedahan. Carapencegahannya tergantung padapenyebab dan letak nyeri dankeadaan penderitanya (Jong,2002).

Gejala Nyeri. Respon fisiologi terhadap nyeri dapat ditunjukkan keperadaan dan sifat nyeri dan ancaman yang potensial terhadap kesejahteraan klien. apabila kien merasakan nyeri, perawat harus mengkaji tanda-tanda vital, melakukan pemeriksaa fisik terfokus dan mengobservasi keterlibatan sistem saraf otonom. Tanda fisiologi dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Tidak ada suatu tingkatan atau ekstensi perubahan yang dapat diperkirakan dalam kondisi klien yang mengidentifikasi nyeri.Gejala nyeri dapat dilihat dari vokalisasi, ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan interaksi sosial seseorang. Vokalisasi seseorang yang mengalami nyeri dapat ditunjukkan dengan mengaduh, menangis, sesak napas, mendengkur, dsb. Ekspresi wajah yang dapat menggambarkan gejala nyeri diantaranya meringis, menggeletukkan gigi, mengernyitkan dahi, menutup mata atau mulut dengan rapat, membuka mata atau mulut dengan lebar, menggigit bibir, dan lain-lain. Selanjutnya, kondisi tubuh yang gelisah, keterbatasan gerak (imobilisasi), ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan, serta gerakan melindungi tubuh merupakan gerakan tubuh yang dapat menggambarkan nyeri yang dialami seseorang. Gejala nyeri juga dapat diindentifikasi ketika seseorang menghindari percakapan, fokus hanya pada aktivitas untuk menghilangkan nyeri, menghindari kontak sosial, dan menurunkan rentang perhatian.

Penatalaksanaan Nyeri. Nyeri dapat dikurangi atau diatasi secara farmakologi maupun non famakologi.
a.         Farmakologi
Prinsip penatalaksanaan pada nyeri kanker adalah penilaian nyeri secara menyeluruh. Pemeriksaan harus percaya laporan nyeri penderita karena nyeri bersifat subjektif. Derajat nyeri penderita bisa ditentukan dengan skala nyeri 0 -10 dimana 0 tanpa nyeri dan 10 nyeri terberat.Berikut ini merupakan 3 langkah dalam penatalaksanaan nyeri kanker dengan farmakologi sebagai berikut:
1.    Obat-obat nyeri non opioid, yaitu analgetik atau anti nyeri (asetaminofen), NSAID atau Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (aspirin), adjuvant atau tambahan (antidepressant, antikonvulsan atau anti kejang, antimuntah).
2.    Step 2 untuk nyeri sedang skala nyeri (5-7):
3.    Opioid lemah ditambah dengan obat nyeri lainnya. Apabila dengan step 1 nyeri tidak berkurang, maka bisa diberikan narkotik dan kombinasi dengan step 1. Narkotik lemah seperti codein, darvon.
4.    Step 3 untuk nyeri hebat (8-10):
5.    Opioid kuat ditambah obat nyeri lainnya. Opioid kuat antara lain morfin, methadone, diloudid, numorphan.
b.        Nonfarmakologi
Menurut Tamsuri (2006), selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari :
·      Stimulasi kulit
Messase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan massase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok atau menurunkan impuls nyeri
·      Stimulasi elektrik (TENS)
Cara kerja dari system ini masih belum jelas, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukandengan messase, mandi air hangat , kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS/ Transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang dihantarkan melalui elektroda luar.
·      Akupuntur
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan untuk mengobati nyeri. Jarum-jarum kecil yang dimasukkan pada kulit, bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat memblok transmisi nyeri ke otak.
·      Ambulasi
Ambulasi adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya gangguan mobilitas yang disebabkan post operasi karena dengan ambulasi dapat memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi. (kozier, 2010).

C.           Konsep Ambulasi

Pengertian Ambulasi. Ambulasi adalah salah satu cara untuk mencegah terjadinya gangguan mobilitas yang disebabkan post operasi karena dengan ambulasi dapat memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi. (kozier, 2010). Ambulasi dini merupakan kegiatan yang dilakukan pada pasien pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008). Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien. Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas. Menurut Kozier 2005 ambulasi adalah aktivitas berjalan.  Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan.

Tujuan / Manfaat Ambulasi.
Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah:Mencegah dampak Immobilisasi pasca operasi meliputi :
Ø  Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi yang terlambat yang menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor kulit.
Ø  Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban kerja jantung, hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
Ø  Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter maksimal, penurunan ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun.
Ø  Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
Ø  Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada Eliminasi Urine, infeksi saluran kemih, hiperkalsiuria
Ø  Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis, pemendekan serat otot
Ø  Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan syaraf pada bagian distal, nyeri yang hebat.

Tindakan-tindakan Ambulasi. Ambulasi dapat dilakukan dengan duduk di atas tempat tidur, duduk di tepi tempat tidur, memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi, dan membantu pasien untuk berjalan. Beberapa prosedur yang dapat dilakukan perawat ketika memberikan tindakan ambulasi kepada pasien. Ketika pasien duduk di atas tempat tidur, jelaskan terlebih dahulu pada pasien prosedur yang akan dilakukan, lalu tempatkan klien pada posisi terlentang, kemudian, pindahkan semua bantal, posisi menghadap kepala tempat tidur, regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur di belakang kaki yang lain, tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien, sokong kepalanya dan vetebra servikal, tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur, angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat dari depan kaki ke belakang kaki, lalu dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur. Ketika pasien duduk di tepi tempat tidur, jelaskan terlebih dahulu pada pasien prosedur yang akan dilakukan, tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat tidur tempat ia akan duduk, pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan, tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi pasien. Perawat berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan. Lalu, balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien dan menjauh dari sudut tempat tidur. Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat tidur di depan kaki yang lain. Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu pasien, sokong kepala dan lehernya. Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai atas pasien memutar ke bawah.Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang tungkai dan angkat pasien. Perawata tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan. Selanjutnya, turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai.
Prosedur memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi, yaitu perawat membantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada sudut 45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda, yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi terkunci. Kemudian, memasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.Regangkan kedua kaki perawat.Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan pasien. Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien dan tempatkan tangan pada skapula pasien.Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul dan kaki, pertahankan lutut agak fleksi. Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut perawat.Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara langsung ke depan kursi. Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi untuk menyokong.Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi. Perawat mengkaji klien untuk kesejajaran yang tepat.Stabilkan tungkai dengan selimut mandi. Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan dan penampilannya.Perawat juga dapat membantu pasien untuk berjalan. Perawat menganjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang telapak tangan perawat. Perawat berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien. Lalu, perawat membantu pasien berjalan.

Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi. Untuk memberikan keamanan dan kenyamanan pada klien, sebaiknya klien menggunakan alat yang dapat menunjang pelaksanaan ambulasi, seperti:
a.         Kruk adalah alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan permanen untuk meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh dalam keseimbangan pasien. Misalnya: Conventional, Adjustable dan lofstrand
b.        Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi pinggang yang digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat. Meliputi tongkat berkaki panjang lurus (single stight-legged) dan tongkat berkaki segi empat (quad cane).
c.         Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat penyangga yang kokoh digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan mampu menopang tubuh.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi. Dalam pelaksanaan ambulasi, perlu memperhatikan beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti:
a.         Kesehatan Umum
Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan lelah kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi musculoskeletal.
b.        Tingkat Kesadaran
Pasien dengan kondisi disorienrtasi, bingung atau mengalami perubahan tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.
c.         Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan jaringan subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien juga akan mengalami defisisensi protein, keseimbangan nitrogen dan tidak ada kuatnya asupan vitamin C.
d.        Emosi
Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan dan penghargaan pada diri sendiri akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur  ambulasi.
e.         Pengetahuan
Pengetahuan seseorang akan mempengaruhi tindakan ambulasi, karena semakin banyak pengetahuan seseorang maka akan lebih mengerti cara ambulasi dan dapat memraktiannya dengan baik.



0 komentar:

Posting Komentar