PENGARUH PEMBERIAN
LATIHAN AMBULASI
TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA
PASIEN POST OPERASI
TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA
PASIEN POST OPERASI
Untuk Memenuhi
Tugas Mata Kuliah Dasar Riset Keperawatan.Kep
Dosen Pengampu: M.
Hasib Ardani, S.Kp., M.Kes
Disusun oleh
Kelompok 3 Kelas A.14.1:
Ana Yuliana 22020114120065
Azkiya Ulki Fadhilla 22020114120067
Esti Aryani 22020114120057
Innas Khanifah 22020114120037
Lina Anggraeni 22020114130126
Mareta Eka 22020114120042
Rianti Putri Tsani 22020114130122
Yana Aprilina P. 22020114130128
JURUSAN KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Operasi atau pembedahan adalah semua tindakan pengobatan
yang menggunakan cara invansif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh
yang akan ditangani (Sjamsuhidajat & Jong, 2004).Operasi merupakan tindakan
pembedahan pada suatu bagian tubuh(Smeltzer and Bare,2002).Tindakanpembedahan
merupakan acamanpontensial maupun aktual padaintegeritas seseorang yang
dapatmembangkitkan reaksi stress fisiologis maupun psiklogis dan merupakan
pengalaman yang sulit bagi hampir semua pasien (Majid &Istianah, 2011).
Operasi atau pembedahan tentu memerlukan anestesi, baik
anestesi umum, regional, maupun lokal.
Pembedahan dan anestesi dapat menyebabkan ketidaknyamanan bagi pasien.
Pembedahan dapat menyebabkan trauma dan nyeri bagi penderita, sedangkan
anestesi dapat menyebabkan kelainan yang dapat menimbulkan berbagai keluhan
gejala. Keluhan dan gejala yang sering dikemukakan adalah nyeri, demam,
takikardi, batuk atausesak nafas, kolaps, semakinmemburuknya keadaan umum,mual
atau muntah, sertapenyembuhan luka operasi(Jong 2002 dalam Nurhayati dkk,
2011).
Nyeri pasca operasi timbul akibat luka operasi. Nyeri
adalah sensori subyektifdan emosional yang tidakmenyenangkan yang didapat
terkaitdengan kerusakan jaringan actual maupun potensial, ataumenggambarkan
kondisi terjadinyakerusakan (Tamsuri, 2007).Rasa nyeri yang terjadi pada tubuh
manusia sebenarnya merupakan respon pertahanan untuk memberitahukan adanya
kerusakan yang berbahaya pada jaringan tubuh (Tortora & Derrickson,
2009).Pengalaman mengatasi nyeri akan memudahkan seseorang untuk beradaptasi
dengan luka operasi, mempersepsikan nyeri dengan biasa dan mampu mencari cara
mengurangi nyeri dengan caranya sendiri.
Peran perawat penting dalam setiap tindakan pembedahan
baik pada masa sebelum, selama, maupun setelah tindakan. Perawat perlu
melakukan observasi tingkatan nyeri post operasi untuk menentukan skala nyeri.
Cara yang dapat dilakukan perawat dalam membantu meredakan nyeri yaitu dengan
melakukan pendekatan farmakologis dan non farmakologis (Bruner, 2006).
Pendekatan farmakologis dapat dilakukan dengan pemberian obat-obatan. Sedangkan
secara non farmakologismelalui distraksi, relaksasi,latihan nafas dalam, terapi
musik,aromaterapi, imajinasi terbimbing,dan ambulasi atau mobilisasi
dini(Rezkiyah 2011 dalam Sujatmiko & Triwiyat, 2014).
Untuk mengurangi
resiko-resiko akibat dari pembedahan, maka diperlukan adanya intervensi perawat
dalam menurunkan komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien di beberapa Recovery Room atau di unit klinis atau
bahkan di dalam masyarakat itu sendiri. Intervensi yang dimaksud adalah
intervensi yang dapat melatih pasien agar dapat beradaptasi dengan lingkungan
baru secara bertahap. Intervensi keperawatan untuk menguranginyeri salah
satunya dengan memberikan latihan mobilisasi dini atau ambulasi.
Mobilisasi dini
yaitu latihan gerak sendi, gaya berjalan,toleransi aktivitas sesuai kemampuan
dan kesejajaran tubuh. Mobilisasi dini yang bisa dilakukan adalah menggerakkan
lengan,tangan, menggerakkan ujung jari kaki dan memutar pergelangan kaki,
mengangkat tumit,menegangkan otot betis serta menekuk dan menggeser kaki.
Latihan ambulasi dini dapat meningkatkan sirkulasi darah yang akan memicu
penurunannyeri dan penyembuhan luka lebih cepat.Mobilisasi dapat mencegah
kekakuan otot dan sendi sehingga dapat mengurangi nyeri, menjamin kelancaran
peredaran darah, mengembalikan kerja fisiologis organ-organ vital yang pada
akhirnya akan mempercepat penyembuhan luka bekas operasi (Kusmawan, 2008).
Fenomena yang ada
saat ini, banyak pasien yang membatasi pergerakan di tempat tidur dengan alasan
takut mengenai luka operasi sehingga menimbulkan nyeri.Adanya fenomena tersebut
menarik perhatian penulis untuk meneliti tentang pengaruh pemberian latihan
mobilisasi dini atau ambulasi terhadap penurunan nyeri kepada pasien post operasi.Dengan
rutinitas yang diberikan perawat, harapannya latihan ambulasi dapat sedikit
demi sedikit membiasakan pasien melakukan gerakan pasif maupun aktif sehingga
kejadian-kejadian tak terduga bisa dicegah sedini mungkin dan kejadian nyeri
dapat ditekan
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan
masalah penelitian, yaitu apakah ada pengaruh pemberian latihan ambulasi
terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi.
C. Tujuan Penelitian
1.
Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh pemberian latihan ambulasi
terhadap penurunan nyeri pada pasien post operasi
2.
Tujuan Khusus
a.
Untuk
mengetahui penurunan nyeri pasien post operasi sebelum diberkan latihan
ambulasi
b.
Untuk
mengetahui penurunan nyeri pasien post operasi sesudah diberkan latihan
ambulasi
c.
Untuk
mengetahui pengaruh sebelum dan sesudah diberikan latihan ambulasi terhadap
penurunan nyeri pada pasien post operasi
D. Manfaat Penelitian
1.
Bagi Ilmu Keperawatan
Sebagai
masukan bagi bidang Keperawatan, khususnya Keperawatan Medikal Bedah dan
Keperawatan Kritis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang
mengalami nyeri post operasi.
Sebagai
sumbangan ilmiah dan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya
tentang pengaruh latihan ambulasi terhadap pasien post operasi yang mengalami
nyeri serta dapat digunakan sebagai bahan pustaka atau bahan perbandingan untuk
penelitian selanjtnya.
2.
Bagi Peneliti
Pengalaman
yang berharga bagi peneliti untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman
serta mengembangkan diri khususnya dalam bidang penelitian keperawatan medikal
bedah.
3.
Bagi Perawat
Pengetahuan
yang bermanfaat bagi perawat untuk memberikan intervensi berupa latihan
ambulasi kepada pasien post operasi.
4.
Bagi Masyarakat
Pengetahuan
yang bermanfaat bagi masyarakat untuk melakukan latihan ambulasi sedini mungkin
setelah mengalami tindakan operasi.
E. Penelitian Terkait
Judul (Peneliti, Tahun)
|
Tempat
|
Variabel
|
Metode
|
Efektivitas Ambulasi Dini terhadap Penurunan Intensitas
Nyeri pada Pasien Post Operasi Laparatomi di RSUD Kudus (Yuni Rustianawati,
Sri Karyati, Rizka Himawan, 2012)
|
Di RSUD Kudus
|
Variabel bebasnya ambulasi dini. Variabel terikatnya
intensitas nyeri
|
Penelitian Quasi Ekperimen dengan pendekatanNon
EquivalentControl Group
|
Mobilisasi terhadap Penurunan Tingkat Nyeri Ibu Post
Operasi Sectio Caesarea di RuangPost Anesthesia Care Unit RSUD Dr. Harjono
Ponorogo (Puji Astutik dan Ida Hermawati, 2012)
|
Di Ruang Post Anesthesia Care Unit RSUDDr.
Harjono Ponorogo
|
Variabel bebasnya
mobilisasi. Variabel terikatnya tingkat nyeri
|
Penelitia Pra-eksperimendengan pendekatan OneGroup Pretest-Postest
|
Perbedaannya dengan Penelitian Penulis
|
|||
Pengaruh Pemberian Latihan Ambulasi terhadap Penurunan
Nyeri pada
Pasien Post Operasi (Ana Yuliana, Azkiya Ulki Fadhilla, Esti Aryani, Innas Khanifah, Lina Anggraeni, Mareta Eka, Rianti Putri Tsani, dan Yana Aprilina P, 2015) |
Di RSUD Batang
|
Variabel bebasnya latihan ambulasi. Variabel terikatnya nyeri
|
Penelitian Eksperimen dengan pendekatan pro-test – post-test
|
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Operasi
Pengertian Operasi. Pembedahan atau operasi merupakan semua tindakan pengobatan yang
mengguanakan cara membuka bagian tubuh yang akan ditangani dengan cara yang
invasive ditangani (R. Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005). Pembukaan bagian
tubuh yang akan dilakukan operasi atau yang akan dilakukan tindakan perbaikan
biasanya akan dibedah atau dibuka dengan cara sayatan. Bagian tubuh yang sudah
disayat dan dilakukan operasi akan diakhiri dengan tindakan penutupan dan
penjahitan luka. Hampi sama dengan pendapat (Smeltzer and Bare, 2002) yang
mengatakan bahwa operasi adalah tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh.
Ada tiga
tahap dalam operasi yaitu :
1.
Pre operasi adalah dimulai ketika
keputusan untuk menjalani operasi dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan
ke meja operasi. (Doorland, 1994). Sedangkan menurut (Potter, 1996), Pre
operasi adalah salah satu tahapan operasi dimulai ketika keputusan untuk
pembedahan dibuat dan berakhir ketika klien di rujuk ke meja operasi
2. Intraoprasi
merupakan tindakan pembedahan yang dimulai sejak pasien ditransfer ke meja
bedah dan berakhir pada saat pasien dibawa ke ruang pemulihan.
3.
Pascaoperasi
dimulai dengan memindahkan pasien dari kamar bedah keunit pasca operasi dan
berakhir dengan pulangnya pasien kerumah dan evaluasi tindak lanjut pada
tatanan klinik atau rumah. Lingkup keperawatan mencakup rentang aktivitas yang
luas selama periode ini. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus kepada
peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak
lanjut dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitas
diikuti dengan pemulangan.
Tujuan Operasi. Menurut Potter & Perry (
2005 ), fungsi dan tujuan operasi yaitu
1.
Diagnostic
Pembedahan
eksplorasi untuk memperkuat diagnosis dokter, mungkin termasuk pengangkatan
jaringan untuk pemeriksaan diagnostic yang lebih lanjut.Contoh : laparotomi ekplorasi ( insisi rongga
peritoneal untuk menginspeksi organ abdomen), biobsi massa payu dara ( untuk
diagnostic lebih lanjut apabila ditemukan resiko penyakit yang menyerang
payudara.
2.
Ablatif
Pembedaha
operasi yang bertujuan untuk eksisi atau pengangkatan bagian tubuh yang
menderita penyakit atau yang mengalami masalah.Contoh : amputasi, pengangkatan apendiks, kolesistektomi.
3.
Paliatif
Pembedahan
operasi yang bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi intensitas segala
penyakit namun operasi ini tidak akan menyembuhkan suatu penyakit.Contoh : kolostomi, debridemen jaringan nekrotik,
reseksi serabut saraf.
4.
Rekonstruktif
Tindakan
pembedahan operasi yang mempunyai tujuan untuk mmengembalikan fungsi atau
penampilan jaringan yang mengalami trauma, atau malfungsi Contoh: fiksasi
internal pada fraktur, perbaikan pada jaringan perut.
5.
Transplantasi
Tindakan
pembedahan operasi yang mempunyai tujuan mengganti organ atau struktur yang
mengalami malfungsi.Contoh :
transplantasi organ tubuh seperti, trasplantasi ginjal, kornea, hati, atau
penggantian pinggul secara total.
6.
Konstruktif
Pembedahan
yang berfungsi mengembalikan fungsi yang hilang atau berkurang akibat anomaly
congenital.Contoh : memperbaiki bibir
sumbing, penutupan efek katup atrium jantung.
Dampak Operasi. Saat menghadapi pembedahan, klien akan mengalami beberapa
stressor. Pembedahan yang ditunggu pelaksanaannya menyebabkan rasa takut dan
ansietas pada klien yang menghubungkan pembedahan dengan rasa nyeri,
kemungkinan cacat, menjadi tergantung kepada orang lain dan mungkin kematian.
Klien mungkin juga akan takut atau
khawatir kehilangan pendapatan. Hal itu memang wajar terjadi pada pasien yang
akan menjalani operasi. Kita sebagai perawat dan keluarga harus mendukung klien,
dan mengurangi kekhawatiran klien. Operasi atau pembedahan tentu memerlukan
anestesi, baik anestesi umum, regional, maupun lokal. Pembedahan dan anestesi dapat menyebabkan
ketidaknyamanan bagi pasien seperti :
·
Iiritasi aliran udara yang menyebabkan
batuk dan spasme laring (golongan halogen).
·
Menimbulkan stadium kataleptik yang
menyebabkan pasien sulit tidur karena mata terus terbuka (Ketamin).
·
Depresi napas.
·
Depresi pada susunan saraf pusat.
·
Aspirasi. Nyeri tenggorokan. Sakit
kepala.
·
Perasaan bingung dan leah setelah
beberapa hati
·
Pasien akan mengalami demam
·
Setiap tindakan
operasi akan mengakibatkan terjadinya
suatu stress. Stress operasi dapat
merupakan stress psikolog,
stress anesthesia dan
stress pembedahan.
·
Nyeri.
Hampir setiap orang merasakan nyeri setelah menjalani operasi. Nyerinya bisa
menetap atau hilang timbul, semakin memburuk jika penderita bergerak, batuk,
tertawa, menarik nafas dalam atau ketika perban pembungkus luka diganti.Nyeri
pasca operasi juga sangat individual, tindakan yang sama pada pasien yang
keadaan umumnya kurang lebih sama, tidak selalu mengakibatkan nyeri pasca
operasi yang sama pula. Ada banyak faktor yang mempengaruhi derajat
nyeri antara lain lokasi
pembedahan, jenis kelamin, umur, faktor psikologi, premedikasi, dan agen
anestesi yang digunakan.
Jenis-jenis Operasi. Operasi dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu
1.
Trakeostomi
adalah prosedur dimana dibuat lubang kedalam trakea. (Smeltzer & Bare,
2002. Trakeostomi adalah insisi operasi dimana memasukkan selang ke dalam trakea
agar klien dapat bernafas dengan lebih mudah dan mengeluarkan sekretnya.
(Putriardhita,C,2008).
2.
Laparotomy adalah operasi yang
dilakukan untuk membuka abdomen (bagian perut).Laparotomy dilakukan untuk
memeriksa beberapa organ di abdomen sebelah bawah dan pelvis (rongga panggul)
yang melingkupi Insisi Vertikal (midline, paramedian, supraumbilikal), insisi
Transversal dan Oblik serta insisi Abdominothoracic. Operasi ini juga dilakukan
sebelum melakukan operasi pembedahan mikro pada tuba fallopi.
3.
Artroskopi, adalah tindakan bedah
minimal akses yang dilakukan untuk memeriksa dan menangani kerusakan sendi.
Tindakan ini dilakukan dengan alat artroskop yang dimasukkan ke sendi melalui
sayatan kecil.
4.
Ureteroskopi, tindakan bedah minimal
akses yang dilakukan untuk memeriksa dan menangani kelainan atau penyakit,
khususnya pada saluran kemih. Tindakan ini dilakukan dengan alat endoskopi yang
dimasukkan melewati saluran uretra kandung kemih, dan kemudian melewati ureter.
Tindakan ini biasanya dilakukan untuk mendiagnosis dan menangani kelainan
seperti penyakit batu ginjal.
5.
Operasi
sesar adalah operasi untuk mengeluarkan bayi lewat dinding perut yang di bedah.
Operasi tersebut dilakukan oleh berbagai faktor misalnya trauma, tidak
menyakitkan, ingin cepat berlangsung. Pelaksanaan sesar dilakukan sekitar 30
menit-2 jam. Dan jika operasi sesar mempunyai kemudahan untuk melahirkan bayi,
tetapi mempunyai resiko yang buruk terhadap ibu maupun bayi yang di lahirkan.
6.
Endoskopi, tindakan bedah minimal akses
yang dilakukan dengan meneropong melalui lubang tubuh, seperti mulut, anus,
saluran kemih, dan lainnya.
7.
Artroskopi,tindakan
bedah minimal akses yang dilakukan untuk memeriksa dan menangani kerusakan
sendi. Tindakan ini dilakukan dengan alat artroskop yang dimasukkan ke sendi melalui
sayatan kecil.
B. Konsep Nyeri
Pengertian Nyeri. Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial. Nyeri
adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan. Nyeri
terjadi bersama banyak proses penyakit atau bersamaan dengan beberapa
pemeriksaan diagnostik atau pengobatan. Nyeri sangat mengganggu dan menyulitkan
lebih banyak orang dibanding suatu penyakit manapun (Smeltzer, 2001). Nyeri menjadi alasan yang paling umum
bagi seseorang mencari perawatan kesehatan karena dirasakan mengganggu dan
menyulitkan mereka. Perawat perlu mencari pendekatan yang paling efektif dalam
upaya pengontrolan nyeri (Potter, 2005). Nyeri pasca operasi timbul
akibat luka operasi. Nyeri adalah sensori subyektifdan emosional yang tidak
menyenangkan yang didapat terkaitdengan kerusakan jaringan actual maupun
potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan (Tamsuri, 2007).Rasa
nyeri yang terjadi pada tubuh manusia sebenarnya merupakan respon pertahanan
untuk memberitahukan adanya kerusakan yang berbahaya pada jaringan tubuh
(Tortora & Derrickson, 2009). Menurut Mahon ada empat atribut pasti untuk
pengalaman nyeri yaitu nyeri yang bersifat individu, tidak menyenangkan, merupakan
suatu kekuatan yang mendominasi, dan bersifat tidak berkesudahan ( 1994 ). Nyeri melelahkan dan menuntut energy
seseorang. Nyeri dapat menganggu hubungan personal dan mempengaruhi makna
kehidupan ( Mahon, 1994 ).
Faktor–faktor
yang mempengaruhi nyeri. Beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi nyeri pada seseorang, diantaranya:
1.
Usia. Usia dalam hal ini merupakan
variabel yang penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang
dewasa (Potter & Perry (1993). Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara
kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa
bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak,
mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri
kepada orang tua atau perawat. Anak
2.
Jenis Kelamin. Faktor jenis kelamin ini
dalam hubungannya dengan faktor yang mempengaruhi nyeri adalah bahwasannya
laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai
respon mereka terhadap nyeri.
3.
Budaya. Keyakinan dan nilai-nilai
budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa
yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi
bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991).Mengenali nilai-nilai
budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda
dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari mengevaluasi
perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang
4.
Keluarga dan Support Sosial. Faktor
lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang
terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada
keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga
atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah.
5.
Pola koping. Ketika seseorang mengalami
nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak
tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu
untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk
mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis.
6.
Ansietas (Cemas). Meskipun pada umumnya
diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar
dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten
antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan
stres praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang
relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien
terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi
pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara
yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan
nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
Sebab Nyeri. Nyeri dapat disebabkan oleh hal-hal berikut, yaitu
·
Trauma
·
Gangguan pada jaringan tubuh ex : edema
·
Tumor
·
Iskemia pada jaringan
·
Spasme otot
·
Pasca operasi
Nyeri
pasca operasi. Tindakan medis
yang sering menimbulkan
nyeri adalah pembedahan.
Pembedahan
atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif
dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani (R.
Sjamsuhidajat & Wim de Jong, 2005). Pembukaan bagian tubuh ini umumnya
menggunakan sayatan. Setelah bagian yang ditangani ditampilkan, dilakukan
tindakan perbaikan yang di akhiri dengan penutupan dan penjahitan luka.
Komplikasi pada pasien
post laparatomi adalah
nyeri yang hebat,
perdarahan, bahkan kematian. Post operasi yang
tidak mendapatkan perawatan maksimal setelah pasca bedah dapat memperlambat penyembuhan
dan menimbulkan komplikasi (Depkes, 2010).
Pasien post operasi
memerlukan perawatan yang
maksimal untuk mempercepat Nyeri pasca
operasi mungkin sekali disebabkan oleh luka operasi, tetapi kemungkinan sebab
lain harus dipertimbangkan. Pencegahannyeri sebelum operasi
sebaiknyadirencanakan agar penderitatidak terganggu oleh nyerisetelah
pembedahan. Carapencegahannya tergantung padapenyebab dan letak nyeri
dankeadaan penderitanya (Jong,2002).
Gejala Nyeri. Respon fisiologi terhadap nyeri dapat ditunjukkan keperadaan dan sifat
nyeri dan ancaman yang potensial terhadap kesejahteraan klien. apabila kien
merasakan nyeri, perawat harus mengkaji tanda-tanda vital, melakukan pemeriksaa
fisik terfokus dan mengobservasi keterlibatan sistem saraf otonom. Tanda
fisiologi dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak mengeluh
atau mengakui ketidaknyamanan. Tidak ada suatu tingkatan atau ekstensi
perubahan yang dapat diperkirakan dalam kondisi klien yang mengidentifikasi
nyeri.Gejala nyeri dapat dilihat dari vokalisasi, ekspresi wajah, gerakan
tubuh, dan interaksi sosial seseorang. Vokalisasi seseorang yang mengalami
nyeri dapat ditunjukkan dengan mengaduh, menangis, sesak napas, mendengkur,
dsb. Ekspresi wajah yang dapat menggambarkan gejala nyeri diantaranya meringis,
menggeletukkan gigi, mengernyitkan dahi, menutup mata atau mulut dengan rapat,
membuka mata atau mulut dengan lebar, menggigit bibir, dan lain-lain.
Selanjutnya, kondisi tubuh yang gelisah, keterbatasan gerak (imobilisasi),
ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan, serta gerakan melindungi
tubuh merupakan gerakan tubuh yang dapat menggambarkan nyeri yang dialami
seseorang. Gejala nyeri juga dapat diindentifikasi ketika seseorang menghindari
percakapan, fokus hanya pada aktivitas untuk menghilangkan nyeri, menghindari
kontak sosial, dan menurunkan rentang perhatian.
Penatalaksanaan Nyeri. Nyeri dapat dikurangi atau diatasi secara farmakologi
maupun non famakologi.
a.
Farmakologi
Prinsip
penatalaksanaan pada nyeri kanker adalah penilaian nyeri secara menyeluruh.
Pemeriksaan harus percaya laporan nyeri penderita karena nyeri bersifat
subjektif. Derajat nyeri penderita bisa ditentukan dengan skala nyeri 0 -10
dimana 0 tanpa nyeri dan 10 nyeri terberat.Berikut ini merupakan 3 langkah
dalam penatalaksanaan nyeri kanker dengan farmakologi sebagai berikut:
1.
Obat-obat
nyeri non opioid, yaitu analgetik atau anti nyeri (asetaminofen), NSAID atau
Non Steroid Anti Inflammatory Drugs (aspirin), adjuvant atau tambahan
(antidepressant, antikonvulsan atau anti kejang, antimuntah).
2.
Step 2
untuk nyeri sedang skala nyeri (5-7):
3.
Opioid
lemah ditambah dengan obat nyeri lainnya. Apabila dengan step 1 nyeri tidak
berkurang, maka bisa diberikan narkotik dan kombinasi dengan step 1. Narkotik
lemah seperti codein, darvon.
4.
Step 3
untuk nyeri hebat (8-10):
5.
Opioid
kuat ditambah obat nyeri lainnya. Opioid kuat antara lain morfin, methadone,
diloudid, numorphan.
b.
Nonfarmakologi
Menurut Tamsuri (2006),
selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi nyeri ada pula tindakan
nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari :
· Stimulasi
kulit
Messase
kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot. Rangsangan
massase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar, sehingga
mampu memblok atau menurunkan impuls nyeri
·
Stimulasi elektrik (TENS)
Cara kerja dari system ini
masih belum jelas, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukandengan
messase, mandi air hangat , kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf
elektrik transkutan (TENS/ Transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS
merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang
dihantarkan melalui elektroda luar.
·
Akupuntur
Akupuntur
merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan untuk mengobati nyeri.
Jarum-jarum kecil yang dimasukkan pada kulit, bertujuan menyentuh titik-titik
tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat memblok transmisi nyeri ke
otak.
·
Ambulasi
Ambulasi adalah salah satu cara untuk mencegah
terjadinya gangguan mobilitas yang disebabkan post operasi karena dengan
ambulasi dapat memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis
vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi,
mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi.
(kozier, 2010).
C. Konsep Ambulasi
Pengertian Ambulasi. Ambulasi adalah salah satu cara
untuk mencegah terjadinya gangguan mobilitas yang disebabkan post operasi
karena dengan ambulasi dapat memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis (thrombosis
vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca operasi,
mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi.
(kozier, 2010). Ambulasi dini merupakan kegiatan yang dilakukan pada pasien
pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat
tidur dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien
(Asmadi, 2008). Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk
semua pasien. Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas.
Keuntungan dari latihan berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan
pengkajian data pasien menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas.
Menurut Kozier 2005 ambulasi adalah aktivitas berjalan. Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien
pasca operasi karena jika pasien membatasi pergerakannya di tempat tidur dan
sama sekali tidak melakukan ambulasi pasien akan semakin sulit untuk memulai
berjalan.
Tujuan / Manfaat Ambulasi.
Menurut Asmadi (2008) manfaat Ambulasi adalah:Mencegah dampak Immobilisasi
pasca operasi meliputi :
Ø Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi
yang terlambat yang menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor
kulit.
Ø Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban kerja
jantung, hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
Ø Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter
maksimal, penurunan ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang menurun.
Ø Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
Ø Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada Eliminasi Urine, infeksi
saluran kemih, hiperkalsiuria
Ø Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis, pemendekan
serat otot
Ø Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan syaraf pada
bagian distal, nyeri yang hebat.
Tindakan-tindakan Ambulasi. Ambulasi dapat dilakukan dengan duduk di atas tempat tidur, duduk di tepi
tempat tidur, memindahkan pasien dari tempat tidur ke kursi, dan membantu
pasien untuk berjalan. Beberapa prosedur yang dapat dilakukan perawat ketika
memberikan tindakan ambulasi kepada pasien. Ketika pasien duduk di atas tempat
tidur, jelaskan terlebih dahulu pada
pasien prosedur yang akan dilakukan, lalu tempatkan klien pada posisi
terlentang, kemudian, pindahkan semua bantal, posisi menghadap kepala tempat
tidur, regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat tidur
di belakang kaki yang lain, tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di
bawah bahu klien, sokong kepalanya dan vetebra servikal, tempatkan tangan
perawat yang lain pada permukaan tempat tidur, angkat klien ke posisi duduk
dengan memindahkan berat badan perawat dari depan kaki ke belakang kaki, lalu dorong
melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur. Ketika pasien duduk
di tepi tempat tidur, jelaskan terlebih dahulu pada pasien prosedur yang akan
dilakukan, tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat
tidur tempat ia akan duduk, pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang
berlawanan, tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat
ditoleransi pasien. Perawat berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
Lalu, balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien dan
menjauh dari sudut tempat tidur. Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat
ke kepala tempat tidur di depan kaki yang lain. Tempatkan lengan yang lebih
dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu pasien, sokong kepala dan lehernya. Tempat
tangan perawat yang lain di atas paha pasien.Pindahkan tungkai bawah klien dan
kaki ke tepi tempat tidur.Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang
memungkinkan tungkai atas pasien memutar ke bawah.Pada saat bersamaan,
pindahkan berat badan perawat ke belakang tungkai dan angkat pasien. Perawata tetap
didepan pasien sampai mencapai keseimbangan. Selanjutnya, turunkan tinggi
tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai.
Prosedur memindahkan
pasien dari tempat tidur ke kursi, yaitu perawat membantu pasien ke posisi
duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada sudut 45 derajat terhadap
tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda, yakinkan bahwa kusi roda dalam
posisi terkunci. Kemudian, memasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai
kebijakan lembaga.Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan
antislip.Regangkan kedua kaki perawat.Fleksikan panggul dan lutut perawat,
sejajarkan lutut perawat dengan pasien. Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau
gapai melalui aksila pasien dan tempatkan tangan pada skapula pasien.Angkat
pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul dan kaki,
pertahankan lutut agak fleksi. Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau
sejajarkan dengan lutut perawat.Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi,
pindahkan pasien secara langsung ke depan kursi. Instruksikan pasien untuk
menggunakan penyangga tangan pada kursi untuk menyokong.Fleksikan panggul
perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi. Perawat mengkaji klien untuk
kesejajaran yang tepat.Stabilkan tungkai dengan selimut mandi. Ucapkan terima
kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan dan penampilannya.Perawat
juga dapat membantu pasien untuk berjalan. Perawat menganjurkan pasien untuk
meletakkan tangan di samping badan atau memegang telapak tangan perawat.
Perawat berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
Lalu, perawat membantu pasien berjalan.
Alat-alat yang
digunakan dalam pelaksanaan ambulasi. Untuk memberikan keamanan dan kenyamanan pada
klien, sebaiknya klien menggunakan alat yang dapat menunjang pelaksanaan
ambulasi, seperti:
a.
Kruk adalah alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan permanen
untuk meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh dalam keseimbangan
pasien. Misalnya: Conventional, Adjustable dan lofstrand
b.
Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi
pinggang yang digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan sehat.
Meliputi tongkat berkaki panjang lurus (single stight-legged) dan
tongkat berkaki segi empat (quad cane).
c.
Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat penyangga yang
kokoh digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum, lengan yang kuat dan
mampu menopang tubuh.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Pelaksanaan Ambulasi. Dalam pelaksanaan ambulasi, perlu memperhatikan
beberapa faktor yang mempengaruhinya, seperti:
a.
Kesehatan Umum
Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan lelah
kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi musculoskeletal.
b.
Tingkat
Kesadaran
Pasien dengan kondisi disorienrtasi, bingung atau mengalami perubahan
tingkat kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.
c.
Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan jaringan
subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien
juga akan mengalami defisisensi protein, keseimbangan nitrogen dan tidak ada
kuatnya asupan vitamin C.
d.
Emosi
Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan dan penghargaan pada diri sendiri
akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur ambulasi.
e.
Pengetahuan
Pengetahuan
seseorang akan mempengaruhi tindakan ambulasi, karena semakin banyak
pengetahuan seseorang maka akan lebih mengerti cara ambulasi dan dapat
memraktiannya dengan baik.
0 komentar:
Posting Komentar